Khamis, 31 Mac 2011

Bermula............................


Kisah Si Gadis Miskin



Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaan berupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah bertahun-tahun ia rasakan. Ini adalah cerita kisah seorang gadis yang bernama Muha. Kisah ini diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan burung dan ratapan ranting pepohonan.
Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik. Sebagaimana yang telah kami katakan, sejak kecil ia sudah mengidap penyakit yang kronis. Sejak usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain, bercanda dan bersiul seperti burung sebagaimana anak-anak yang seusianya. Bukankah ia juga berhak merasakannya?
Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat menjalankan kehidupan dengan normal seperti orang lain, walaupun ia tetap berada dalam pengawasan dokter dan bergantung dengan obat.
Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang dideritanya. Ia menjadi seorang remaja yang cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taat beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah habis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yang memaksanya berbaring di tempat tidur selama berhari-hari.
Selang beberapa waktu atas kehendak Allah seorang pemuda tampan datang meminang, walaupun ia sudah mendengar mengenai penyakitnya yang kronis itu. Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi kecantikan, agama dan akhlaknya…kecuali kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu hal yang sangat penting. Tetapi mengapa?
Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan melahirkan anak-anak yang akan mengisi dan menyemarakkan kehidupannya sebagaimana layaknya wanita lain?
Demikianlah hari berganti hari bulan berganti bulan si pemuda memberikan bantuan materi agar si gadis meneruskan pengobatannya di salah satu rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi dorongan moril yang selalu ia berikan.
Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya persiapan pesta pernikahan dan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Beberapa hari sebelum pesta pernikahan, calonnya pergi untuk menanyakan pengerjaan gaun pengantin yang masih berada di tempat si penjahit. Gaun tersebut masih tergantung di depan toko penjahit. Gaun tersebut mengandung makna kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang pun yang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat gaun tersebut.
Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang mengepakkan sayap putihnya mendekap langit dan memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangat bahagia bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa hari lagi ia akan memasuki hari yang terindah di dalam kehidupannya. Ia akan merasa ada ketenangan jiwa, kehidupan mulai tertawa untuknya dan ia melihat adanya kecerahan dalam kehidupan.
Bila gaun yang indah itu dipakai Muha, pasti akan membuat penampilannya laksana putri salju yang cantik jelita. Kecantikannya yang alami menjadikan diri semakin elok, anggun dan menawan.
Walau gaun tersebut terlihat indah, namun masih di perlukan sedikit perbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih ditinggal di tempat si penjahit. Sang calon berniat akan mengambilnya besok. Si penjahit meminta keringanan dan berjanji akan menyelesaikannya tiga hari lagi. Tiga hari berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan, hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun lebih cepat dan sebenarnya malam itu ia tidak tidur. Kegembiraan membuat matanya tak terpejam. Yaitu saat malam pengantin bersama seorang pemuda yang terbaik akhlaknya.
Si pemuda menelepon calon pengantinnya, Muha memberitahukan bahwa setengah jam lagi ia akan pergi ke tempat penjahit untuk mengambil gaun tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih meyakinkan bahwa gaun itu pantas untuknya. Pemuda itu pergi ke tempat penjahit dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi terdorong perasaan bahagia dan gembira akan acara tersebut yang merupakan peristiwa terpenting dan paling berharga bagi dirinya, demikian juga halnya bagi diri Muha.
Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil tersebut keluar dari badan jalan dan terbalik berkali-kali. Setelah itu mobil ambulans datang dan melarikannya ke rumah sakit. Namun kehendak Allah berada di atas segalanya, beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal dunia. Sementara telepon si penjahit berdering menanyakan tentang pemuda itu. Si penjahit mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum juga sampai ke rumah padahal sudah sangat terlambat.
Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon pengantin wanita. Sekali pun begitu, pihak keluarga tidak mempermasalahkan sebab keterlambatannya membawa gaun itu. Mereka malah memintanya agar memberitahu si pemuda bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit. Kali ini sakitnya tidak memberi Muha banyak kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih berbelas kasih kepadanya, tidak ingin Muha merasa sakit. Sekarang rasa sakit itu benar-benar membuat derita dan kesengsaraan yang melebihi penderitaan yang ia rasakan sepanjang hidupnya yang pendek.
Beberapa menit kemudian datang berita kematian si pemuda di rumah sakit dan setelah itu datang pula berita meninggalnya sang calon pengantinnya, Muha.
Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja, bunga-bunga telah layu dan mati, burung-burung berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malam yang diangan-angankan akan menjadi paling indah dan berkesan itu, berubah menjadi malam kesedihan dan ratapan, malam pupusnya kegembiraan.
Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan toko penjahit. Tiada yang memakai dan selamanya tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaun itu bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang melihatnya pasti akan bertanya-tanya, siapa pemiliknya.?

Isnin, 28 Mac 2011

Malaikat Pelindung Ku

Suatu ketika, ada seorang bayi yang siap untuk dilahirkan. Maka, ia bertanya kepada Tuhan, "Ya Tuhan, Engkau akan mengirimku ke bumi. Tapi, aku takut, aku masih sangat kecil dan tidak berdaya. Siapakah nanti yang akan melindungiku di sana?"
Tuhanpun menjawab, "Di antara semua malaikatKu, Aku akan memilih seorang yang khusus untukmu. Dia akan merawatmu dan mengasihimu." Si kecil bertanya lagi, "Tapi, di sini, di Surga ini, aku tidak berbuat apa-apa, kecuali tersenyum dan bernyanyi. Semua itu cukup membuatku bahagia." Tuhan berkata, "Tidak apa-apa, malaikatmu itu akan selalu menyenandungkan lagu untukmu, dan dia akan membuatmu tersenyum setiap hari. Kamu akan merasakan cinta dan kasih sayang, dan itu semua pasti akan membuatmu bahagia."

Namun si kecil bertanya lagi, "Bagaimana aku bisa mengerti ucapan mereka, jika aku tidak tahu bahasa yang mereka pakai?" Tuhanpun menjawab, "Malaikatmu itu, akan membisikkan kepadamu kata-kata yang paling indah, dia akan selalu sabar dan ada di sampingmu. Dngan kasihnya dia akan mengajarkanmu berbicara dengan bahasa manusia." Si kecil bertanya lagi, "Lalu, bagaimana jika aku ingin berbicara padaMu, ya Tuhan?" Jawab Tuhan, "Malaikatmu itu akan membimbingmu. Dia akan menengadahkan tangannya bersamamu, dan mengajarkanmu untuk berdoa."

Lagi-lagi si kecil menyelidik, "Namun, aku mendengar, di sana ada banyak sekali orang jahat, siapakah nanti yang akan melindungiku?" "Tenang, malaikatmu akan terus melindungimu, walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia, sering akan melupakan kepentingannya sendiri untuk keselamatanmu." Namun si kecil ini malah sedih, "Ya Tuhan, tentu aku akan sedih sekali jika tidak melihatMu lagi..." Tuhan menjawab, "Malaikatmu akan selalu mengajarkanmu keagunganKu, dan dia akan mendidikmu, bagaimana agar selalu patuh dan taat padaKu. Dia akan selalu membimbingmu untuk selalu mengingatKu. Walau begitu, Aku akan selalu ada di sisimu."

Hening. Kedamaian tetap menerpa Surga. Namun, suara-suara panggilan dari bumi terdengar sayup-sayup. "Ya Tuhan, aku akan pergi sekarang. Tolong sebutkan nama malaikat yang akan melindungiku..." Tuhan pun kembali menjawab, "Nama malaikatmu tidak begitu penting. Kamu akan memanggilnya dengan sebutan: Ibu..."

Kisah Di Negeri Orang

Suasana didalam bilik bersalin begitu sunyi sekali. Yang kedengaran hanyalah suara rintihan Rohani menahan kesakitan hendak melahirkan. "Subhanallah....sakitnya...isk...isk...isk...isk... aduuh....Bang sakit nya tak tahan saya" keluh Rohani pada suaminya Zamri yang ketika itu ada disisinya. "Apalah awak ni....susah sangat nak bersalin. Sudah berjam-jam tapi masih tak keluar- keluar juga budak tu. Dah penat saya menunggu. Ni... mesti ada sesuatu yang tak elok yang awak sudah buat , itulah sebabnya lambat sangat nak keluar budak tu, banyak dosa agaknya." rungut Zamri kepada isterinya, Rohani pula.

Sebak hati Rohani mendengar rungutan suaminya itu, tetapi dia tidak menghiraukannya, sebaliknya, Rohani hanya mendiamkan diri sahaja dan menahan kesakitannya yang hendak melahirkan itu. Rohani tahu sudah hampir 3 jam dia berada dalam bilik bersalin itu tetapi bayinya tidak juga mahu keluar. Itu kehendak Allah Taala, Rohani tidak mampu berbuat apa apa, hanya kepada Allahlah dia berserah.

Sejak Rohani mengandung ada sahaja yang tidak kena dihati Zamri terhadapnya. Zamri seolah olah menaruh perasaan benci terhadap Rohani dan anak yang dikandungnya itu.

Jururawat yang bertugas datang memeriksa kandungan Rohani dan kemudian bergegas memanggil Doktor Syamsul iaitu Doktor Peribadi Rohani. Doktor Syamsul segera datang dan bergegas menyediakan keperluan menyambut kelahiran bayi Rohani itu. Rohani hanya mendiamkan diri menahan kesakitan dan kelihatan air matanya meleleh panas dipipi gebunya itu. Rohani menangis bukan kerana takut atau sakit tetapi kerana terkenang akan rungutan Zamri tadi.

Saat melahirkan pun tiba. Doktor Syamsul menyuruh Rohani meneran ..."Come on Ani. You can do it...one more...one more Ani." Kata kata peransang Doktor Syamsul itulah yang membuatkan Rohani begitu bertenaga dan dengan sekali teran sahaja kepala bayinya itu sudah pun keluar...?Alhamdulillah,? bisik Rohani apabila dia melihat sahaja bayinya yang selamat dilahirkan itu.

Tiba-tiba Rohani terasa sakit sekali lagi dan dia terus meneran untuk kali keduanya, sejurus itu juga keluar seorang lagi bayi, kembar rupanya. "Tahniah Rohani, You got twin, boy and girl, putih macam You juga." Begitulah kata kata pujian dari Doktor Syamsul. "Tahniah Zamri, it's a twin" Doktor Syamsul mengucapkan tahniah kepada Zamri pula. Zamri hanya mendiamkan diri sahaja setelah menyaksikan kelahiran anak pertamanya itu, kembar pula . Doktor Syamsul memang sengaja menyuruh Zamri melihat bagaimana keadaan kelahiran anak anaknya itu.

Rohani sudah mula merancang akan nama untuk anak anaknya itu. Yang lelaki akan diberi nama Mohammad Fikri dan yang perempuan akan diberi nama Farhana. Rohani merasa begitu lega sekali setelah melahirkan kembarnya itu, tetapi sesekali bila dia teringat kata kata Zamri sebelum dia melahirkan hatinya menjadi begitu sebak dan sedih sekali.

Sebenarnya memang terlalu banyak kata-kata Zamri yang membuat Rohani berasa jauh hati sekali. Terutamanya sepanjang dia mengandung. Tetapi Rohani hanya bersabar, kerana dia tahu kalau dia mengadu pada emaknya tentu dia akan dimarahi semula. Jadi dia hanya mendiamkan diri dan memendam rasa sahaja.

Kedua dua anaknya, Mohammad Fikri dan Farhana telah diletakkan dibawah jagaan Nursery di Hospital Universiti Singapura (NUH) untuk memberi peluang Rohani berehat sebentar, kemudian nanti dapatlah dia menyusukan kedua kembar yang comel itu.

Tiba tiba fikiran Rohani menerbang kembali kedetik detik semasa dia mengandung dahulu. Zamri memang selalu memarahinya, ada sahaja perkara yang tidak kena. Macam macam kata kata nista yang dilemparkan kearah Rohani. Ada sahaja tuduhan yang tidak masuk akal, semuanya dihamburkan pada Rohani seolah olah melepaskan geram. Tidak sanggup rasanya Rohani menghadapi itu semua tetapi demi kestabilan kandungannya, Rohani kuatkan juga semangat dan pendiriannya.

Yang paling menyedihkan sekali ialah sewaktu Rohani mula mula disahkan mengandung. Zamri tidak percaya yang Rohani mengandung anaknya, dua kali dia membuat pemeriksaan Antenatal untuk mengesahkan kandungan isterinya itu. Keraguan timbul didalam hati Zamri tentang anak dalam kandungan Rohani itu. Zamri tidak boleh menerima kenyataan yang Rohani akan mengandung sebegitu awal sekali sedangkan mereka berkahwin baru 3 bulan. Kandungan Rohani sudah masuk 2 bulan... bermakna Rohani cuma kosong selama sebulan sahaja selepas mereka berkahwin. Bagi Rohani pula itu perkara biasa sahaja yang mungkin turut dilalui oleh pasangan lain juga.

Setelah membuat pemeriksaan Doktor, Rohani pulang kerumahnya dalam keadaan sedih. Pada mulanya Rohani berasa sangat gembira bila dia disahkan mengandung tetapi sebaliknya bila Zamri tidak mahu menerima anak dalam kandungannya itu, perasaannya terus berubah menjadi duka pula. Zamri menuduh yang Rohani berlaku curang, dan anak dalam kandungannya itu adalah hasil dari kecurangan Rohani sendiri. Hati isteri mana yang tidak remuk. Hati isteri mana yang tidak kecewa apabila dituduh sebegitu rupa oleh suaminya sendiri. Rohani pasrah......

Pernah suatu ketika Rohani bertengkar dengan suaminya. "Kenapa abang berlainan sekarang ni, tak macam dulu, pelembut, suka berjenaka, ini tidak asyik nak cari kesalahan Ani sahaja. Mengapa bang?" Rohani bertanya kepada Zamri .

"Kaulah penyebab segalanya. Tak payahlah nak tunjuk baik." Tempelak Zamri. Entah jantan mana yang kau dah layan kat opis kau tu." sergah Zamri lagi.

"Abang syak Ani buat hubungan dengan lelaki lain ke? Subhanallah??.Kenapa Abang syak yang bukan-bukan ni, Anikan isteri Abang yang sah, tak kanlah Ani nak buat jahat dengan orang lain pulak, Bang"? sangkal Rohani pula. "Allah dah beri kita rezeki awal, tak baik cakap macam tu. Itu semua kehendak Allah." Rohani menghampiri sambil memeluk badan suaminya tetapi Zamri meleraikan pelukannya dengan kasar sekali sehingga tersungkur Rohani dibuatnya. Serentak itu juga Rohani menangis . Zamri langsung tidak mengendahkannya. Deraian airmata Rohani semakin laju. Rohani hanya mampu menangis sahaja. Amat pedih sekali Rohani rasakan untuk menahan semua tohmahan dari Zamri, suaminya yang sah.

"Woi, benda-benda tu boleh terjadilah Ani. Kawan baik dengan bini sendiri, suami sendiri, bapak dengan anak, hah! emak dengan menantu pun boleh terjadi tau, apatah lagi macam kau ni, tau tak. Dulu tu kawan lama kau yang satu opis dengan kau tu, Amran, bukan main baik lagi budak tu dengan kau." Bentak Zamri lagi. Tanpa disangka sangka rupanya Zamri menaruh cemburu terhadap isterinya.

"Entah-entah keturunan kau, darah daging kau pun tak senonoh ....heee teruk. Nasib aku lah dapat bini macam engkau ni." kutuk Zamri lagi pada Rohani. "Bawa mengucap Bang, jangan tuduh Ani yang bukan-bukan. Ani bukan perempuan yang tak tentu arah. Walaupun Ani hanya anak angkat dalam keluarga ni, Ani bukan jenis macam tu, Ani tau akan halal haram, hukum hakam agama.

?Memang Ani tak pernah tau asal usul keluarga kandung Ani, tapi Ani bersyukur dan berterima kasih pada emak angkat Ani kerana menjaga Ani sejak dari kecil lagi. Ani dianggapnya seperti darah daging sendiri.? Rohani mula membangkang kata kata nista suaminya itu. "Abang jangan cuba nak menghina keluarga kandung Ani kerana walaupun mereka tidak membesarkan Ani tetapi disebabkan merekalah, Ani lahir kedunia ini.? Tambah Rohani lagi dengan sebak didada.

Semenjak peristiwa pertengkaran itulah, setiap hari Rohani terpaksa pergi ke tempat kerja Zamri apabila habis waktu bekerjanya. Sementara menunggu Zamri pulang Rohani berehat di Surau tempat Zamri bekerja. Zamri bekerja sebagai seorang salesman handphone di salah sebuah Pusat membeli belah dan kerjanya mengikut shif. Kalau Zamri bekerja shif malam terpaksalah Rohani menunggu Zamri sampai tengah malam. Begitulah keadaannya sehingga apabila perutnya semakin membesar pun Zamri masih memaksanya. Terpaksalah Rohani berbohong kepada emak dan keluarganya yang lain dengan mengatakan yang dia buat kerja overtime semata mata untuk mengelakkan pertengkaran dan tuduhan serta kata nista suaminya itu.

Dengan keadaan perut semakin membesar Rohani masih gagahkan juga dirinya pergi bekerja. Kadangkala apabila Zamri tidak menjemput Rohani ditempat kerja terpaksalah Rohani berasak asak menaiki bas untuk pulang . Begitulah keadaan Rohani sehinggalah hampir pada waktu bersalinnya. Pernah sekali Rohani minta dijemput kerana dia sudah larat benar tetapi sebaliknya Zamri membalasnya dengan kata kata kesat kepadanya, perempuan tak tau berdikarilah, berlagak senang lah, lagak kaya lah, perempuan tak sedar diri lah, tak layak jadi isterilah, menyusahkan dan macam macam lagi kata kata nista dilemparkan kepadanya.

Suatu hari Zamri dalam keadaan marah telah menarik rambut Rohani dan menghantukkan kepala Rohani ke dinding...Rohani hanya mampu menangis dan menanggung kesakitan. Ini semua gara-gara Rohani hendak pergi ke rumah Mak Saudaranya yang ingin mengahwinkan anaknya di Tampines. Emak Rohani sudah seminggu pergi kesana untuk menolong Mak Saudaranya itu. Hari sudah semakin petang jadi Rohani mendesak agar bertolak cepat sikit, lagipun langit sudah menunjukkan tanda tanda hendak hujan. "Hari dah nak hujan, Bang. Elok rasanya kalau kita pergi awal sikit bolehlah tolong apa yang patut.? Pinta Rohani.

Tanpa disangka sangka kata kata Rohani itu membuatkan Zamri marah dan dengan dengan tiba-tiba sahaja Zamri bangun. Dengan muka bengisnya, Zamri memandang Rohani. "Kau tahu aku penatkan, tak boleh tunggu ke, aku punya sukalah nak pergi malam ke, siang ke, tak pergi lansung ke." marah Zamri. Rohani menjawab,"Itu Ani tau, Abang kan dah berehat dari pagi tadi takkan masih penat lagi. Sepantas kilat Zamri datang kepada Rohani dan direntapnya rambut Rohani lalu di hantukkan kepala Rohani kedinding. Rohani tidak berdaya untuk menghalangnya. Ya Allah! Sungguh tergamak Zamri berbuat demikian...terasa kebas kepala Rohani dan dirasakannya mula membengkak. Pening kepala Rohani dibuatnya.

"Ya Allah, berilah aku kekuatan untuk menerima semua ini. Kau lindungilah aku dan kandunganku ini dari segala bahaya dan azab sengsara, Ya Allah.? Doa Rohani dalam hatinya dengan penuh keluhuran. Rohani memencilkan dirinya disudut dinding dan menangis sepuas puasnya.... "Bang, Ani minta maaf jika kata kata Ani tadi membuatkan Abang marah." Rohani memohon maaf kepada suaminya sambil tersedu sedu.

Hari itu seperti biasa Zamri ketempat kerjanya. Tiba tiba handphonenya berbunyi. Kedengaran suara Doktor Syamsul menyuruhnya datang segera ke hospital, kerana ada sesuatu yang berlaku terhadap Rohani.

Setibanya di hospital sahaja,"Zamri, kami sudah cuba untuk menyelamatkan Rohani tapi kuasa Allah melebihi segalanya, Rohani mengalami pendarahan otak yang serius, sebelum ini pernah tak Rohani jatuh atau... kepalanya terhantuk kuat pada sesuatu kerana sebelah kanan kepalanya kelihatan bengkak dan ada tanda lebam. Mungkin kesan dah lama ? Doktor Syamsul bertanya agak serius. Dia inginkan penjelasan sebenar dari Zamri. Zamri hanya mendiamkan diri.

Serentak itu juga Zamri teringat yang dia pernah menarik rambut Rohani dan menghantukkan kepala Rohani kedinding sekuat kuatnya...dan selepas kejadian itu Zakri tidak pernah sekali pun membawa Rohani ke Klinik untuk membuat pemeriksaan kepalanya. Rohani sering mengadu sakit kepala yang teruk ...namun Zamri tidak pernah mengendahkan kesakitan Rohani itu, malah baginya Rohani hanya mengada-ngadakan cerita ......saja buat buat sakit untuk minta simpati...

Sambil menekap mukanya dengan tangan Zamri menyesal...."YA ALLAH apa yang aku dah buat ni."

Doktor Syamsul menjelaskan lagi,"Doktor Zain yang merawat Rohani kerana Rohani mengadu sakit kepala yang amat sangat sewaktu dia memberi susu pada kembarnya di Nursery. Jadi Doktor Zain telah membawa Rohani ke Lab untuk membuat scanning di kepalanya dan confirm otaknya ada darah beku tapi malangnya ia sudah ditahap yang kritikal dan kami tak mampu melakukan apa-apa kerana Rohani tidak mahu di operation sebelum meminta izin dari awak Zamri.?

?Hanya satu permintaan terakhir arwahnya, dia minta awak membaca diarinya ini. I'm really sorry Zakri. Allah lebih menyayanginya.? kata Doktor Syamsul lagi lalu menyerahkan sebuah diari yang berbalut kemas dengan kain lampin bayi yang masih baru kepada Zamri.

Zamri mengambil diari tersebut. Satu lembaran kesatu lembaran dibukanya. Setiap lembaran tertulis rapi tulisan tangan Rohani mencoretkan peristiwa yang berlaku padanya setiap hari. Begitu tekun sekali Zamri membacanya dan ternyata banyak sekali keluhan, kesakitan & segala luahan rasa Rohani semuanya tertera didalam diari tersebut. Dan Zamri dapati setiap peristiwa itu semuanya adalah perlakuan buruk Zamri terhadap Rohani...

"Ya Allah, kenapa aku buat isteriku begini." keluh hati kecil Zamri penuh penyesalan selepas membaca setiap lembaran diari itu. Dan apabila tiba ke muka surat terakhir, tiba tiba Zamri terpandang bunga ros merah yang telah kering...membuat Zakri tertarik untuk membacanya...

Untuk suamiku yang tersayang, Zamri.

"SELAMAT HARI ULANG TAHUN PERKAHWINAN KITA YANG PERTAMA PADA HARI INI."Dengan air mata yang mula bergenang Zamri memulakan bacaannya....

Assalamualaikum.

Abang...

Ingat tak bunga Ros merah ni, Abang berikan pada Ani pada pertemuan pertama kita dulu. Sudah lama Ani simpan bunga tu Bang...

Bunga inilah lambang kasih sayang Ani pada Abang selama ini. Ia tidak pernah berubah pun walau telah kering.....Ani teramat menyayangi Abang. Ani sentiasa menyimpan setiap hadiah yang Abang berikan pada Ani. Abang tak pernah tahu kan... Itulah salah satu buktinya betapa sayangnya Ani pada Abang..

Terlebih dahulu Ani teringin sangat nak dengar Abang panggil Ani ?AYANG? seperti kita baru baru kahwin dulu...Abang panggil Ani ?AYANG?...terasa diri Ani dimanja bila Abang panggil macam tu...walaupun Ani cuma dapat merasa panggilan ?AYANG? itu seketika sahaja. Abang sudah banyak berubah sekarang. Perkataan ?AYANG? telah hilang dan tidak kedengaran untuk Ani lagi. Kenapa? Benci sangatkah Abang pada Ani? Ani telah melakukan kesalahan yang menyinggung perasaan Abang ke?

Abang...

Tulisan ini khas Ani tujukan untuk Abang. Bacalah semoga Abang tahu betapa mendalamnya kasihsayang Ani pada Abang. Abang tentu ingatkan hari ini merupakan hari ulangtahun perkahwinan kita yang pertama dan sebagai hadiahnya Ani berikan Abang.......Mohammad Fikri dan Farhana.

Buat diri Ani, Ani tak perlukan apa apa pun dari Abang cukuplah dengan kasih sayang Abang pada Ani. Ani akan pergi mencari ketenangan dan kedamaian untuk diri Ani. Ani pergi untuk menemuiNya. Ani reda Bang....

Harapan Ani, Abang jagalah kedua kembar kita tu dengan baik dan jangan sekali-kali sakiti mereka. Mereka tidak tahu apa-apa. Itulah hadiah paling berharga dari diri Ani dan mereka adalah darah daging Abang. Janganlah seksa mereka. Abang boleh seksa Ani tapi bukan mereka. Sayangilah mereka...

Dan yang terakhir sekali, Ani ingin mengatakan bahawa dalam hidup ini, Ani belum pernah mengadakan apa apa hubungan dengan sesiapa pun melainkan Abang sahaja di hati Ani. Jiwa dan raga Ani hanya untuk Abang seorang.

Ribuan terima kasih Ani ucapkan kerana Abang sudi mengahwini Ani walaupun Ani cuma menumpang kasih didalam sebuah keluarga yang menjaga Ani dari kecil hinggalah Ani bertemu dengan Abang dan berkahwin.

Ani harap Abang tidak akan mensia siakan kembar kita tu dan Ani tidak mahu mereka mengikut jejak kehidupan Ani yang malang ini dan hanya menumpang kasih dari sebuah keluarga yang bukan dari darah daging sendiri...tapi Ani tetap bersyukur kerana dapat mengecapi kasih sayang sepenuhnya dari keluarga angkat Ani. Ani harap sangat Abang akan sentiasa memberitahu pada kembar kita yang Ani ibunya, akan sentiasa bersama disamping mereka berdua, walaupun Ani tidak berkesempatan membelai mereka dan cuma seketika sahaja dapat mengenyangkan mereka dengan air susu Ani.

Berjanjilah pada Ani, Bang! dan ingatlah Fikri dan Farhana adalah darah daging abang sendiri...

Ampunkan Ani dan halalkan segala makan minum Ani selama setahun kita hidup bersama.

Sekiranya Abang masih tidak sudi untuk menerima kehadiran Fikri dan Farhana dalam hidup Abang, berilah mereka pada emak Ani supaya emak dapat menjaga kembar kita itu. Tentang segala perbelanjaannya, janganlah Abang risau kerana Ani sudah pun masukkan nama emak dalam CPF Ani. Biarlah emak yang menjaga kembar kita itu, sekurang-kurang terubat juga rindu emak sekeluarga pada Ani nanti bila memandang kembar kita. Comel anak kita kan Bang!Mohammad Fikri mengikut raut muka Abang...sejuk kata orang dan Ani yakin mesti Farhana akan mengikut iras raut wajah Ani...Ibunya...sejuk perut Ani mengandungkan mereka.

Inilah satu satunya harta peninggalan yang tidak ternilai dari Ani untuk Abang. Semoga Abang masih sudi menyayangi dan mengingati Ani walaupun Ani sudah tiada lagi disisi Abang dan kembar kita.

Salam sayang terakhir dari Ani Untuk Abang dan semua.

Doakanlah Kesejahteraan Ani.

Ikhlas dari isterimu yang malang,

Rohani

Sehabis membaca diari tersebut, Zamri meraung menangis sekuat kuat hatinya. Dia menyesal.......menyesal.......

"Sabarlah Zamri, Allah maha berkuasa. Kuatkan semangat kau, kau masih ada Fikri dan Farhana." pujuk Zul, kawan baiknya. Zamri hanya tunduk membisu.

Ya Allah...

Ani, maafkan Abang. Tubuh Zamri menjadi longlai dan diari ditangannya terlepas, tiba tiba sekeping gambar dihari pernikahan antara Zamri dan Rohani terjatuh dikakinya lalu segera Zamri mengambilnya.

Belakang gambar itu tertulis "SAAT PALING BAHAGIA DALAM HIDUPKU DAN KELUARGA. SEMOGA KEGEMBIRAAN DAN KEBAHAGIAAN INI AKAN SENTIASA MENYELUBUNGIKU HINGGA KEAKHIR HAYATKU.?

Zamri terjelepuk dilantai dengan berjuta penyesalan merangkumi seluruh tubuhnya. Dia seolah olah menjadi seperti orang yang hilang akal. Satu demi satu setiap perlakuan buruknya terhadap Rohani seperti terakam dalam kepala otaknya...setiap perbuatannya...seperti wayang jelas terpampang...kenapalah sampai begini jadinya...kejamnya aku...Ani, maafkan Abang?.maafkan Abang?. Abang menyesal??.

Sewaktu jenazah Rohani tiba dirumah suasananya amat memilukan sekali. Zamri sudah tidak berdaya lagi untuk melihat keluarga isterinya yang begitu sedih sekali diatas pemergian anak mereka. Walaubagaimanapun emak Ani kelihatan begitu tabah dan redha. Kedua dua kembar Zamri sentiasa berada didalam pangkuan nenek mereka.

Untuk kali terakhirnya, Zamri melihat muka Rohani yang kelihatan begitu tenang, bersih dan Zamri terus mengucup dahi Rohani. "Rohani, Abang minta ampun dan maaf." bisik Zamri perlahan pada telinga Rohani sambil menangis dengan berjuta penyesalan menimpa nimpa dirinya. Apabila Zamri meletakkan kembar disisi ibunya mereka diam dari tangisan dan tangan dari bedungan terkeluar seolah-olah mengusapi pipi ibu mereka buat kali terakhir dan terlihat oleh Zamri ada titisan airmata bergenang di tepi mata Rohani. Airmata itu meleleh perlahan-lahan bila kembar itu diangkat oleh Zamri.

Kembarnya menangis semula setelah diangkat oleh Zamri dan diberikan kepada neneknya. Jenazah Rohani dibawa ke pusara. Ramai saudara mara Rohani dan Zamri mengiringi jenazah, termasuklah kedua kembar mereka. Mungkin kedua kembar itu tidak tahu apa-apa tetapi biarlah mereka mengiringi pemergian Ani, Ibu mereka yang melahirkan mereka. Amat sedih sekali ketika itu. Zamri tidak mampu berkata apa-apa melainkan menangisi pemergian Rohani yang selama ini hidup merana atas perbuatannya.

Dan akhirnya Jenazah Rohani pun selamat dikebumikan. Satu persatu saudara mara meninggalkan kawasan pusara, tinggallah Zamri keseorangan di pusara Rohani yang masih merah tanahnya...meratapi pilu pemergian isterinya itu, berderai airmata Zamri dengan berjuta juta penyesalan ...

Sambil menadah tangannya, Zamri memohon pengampunan dari yang Maha Esa...

Ya Allah?.

Kuatkan semangat hambamu ini . Hanya Kau sahaja yang mengetahui segala dosa aku pada Rohani....ampunkan aku Ya Allah....

Dalam tangisan penyesalan itu, akhirnya Zamri terlelap disisi pusara Rohani. Sempat juga dia bermimpi, Rohani datang menghampirinya, mencium tangan, mengucup dahi dan memeluk tubuhnya dengan lembut mulus.

Zamri melihat Rohani tenang dan jelas kegembiraan terpancar dimuka Rohani yang putih bersih itu. Ani..., Ani..., Ani..., nak kemana Aniiiiiii. Zamri terjaga dari lenanya. Terngiang-ngiang suara kembarnya menangis. Emak dan keluarga mertuanya itu datang mendekati Zamri. Mereka semua menyabarkannya.....
Semoga Allah mencucuri rahmat keatas Rohani......

Ayahku Seorg Penjual Jalanan

"Bakpao..Onde-onde...nagasari..." kata-kata itulah yang selalu diteriakkan oleh ayahku, sambil membawa barang dagangan di atas kepalanya. Dan sering,kata-kata itu menjadi bahan tertawaan teman-teman satu SMA ku. Dulu,ketika ibuku masih ada, ayahku adalah seorang karyawan sebuah perusahaan besar dan ibuku berjualan jajanan pasar yang setiap pagi selalu berkeliling kampung untuk menjajakannya. Tapi, sejak aku lulus SMP, semua itu berubah. Ibuku meninggal karena penyakit jantung yang beliau derita selama ini, dan ayahku memilih keluar dari perusahaannya. Hal ini dilakukan ayahku, karena beliau ingin melihat aku bertumbuh menjadi anak yang baik dan tidak terjerumus ke pergaulan yang tidak-tidak, maklum, aku anak tunggal. Ayahku memilih melanjutkan usaha ibuku untuk mencari uang demi makan sehari-hari.

Kami dari keluarga yang sederhana, dulu, setiap kebutuhan ataupun uang sekolah tak pernah terlambat terbayarkan. Dan sejak ayahku menjadi seorang penjual makanan, uang sekolahku pun kadang terlambat terbayarkan dan uang saku yang dulu biasa aku terima, tak ada lagi, semua digantikan dengan makanan buatan ayahku. Makanan buatan ayahku ini nggak kalah dengan buatan mendiang ibuku, dalam pikiranku,pasti banyak langganannya. Kembali ke aktifitas sekolahku, ternyata tak hanya teman-temanku yang mengejek atau apalah, dengan keadaan ayahku, penjual makanan keliling. Terkadang guru-guru yang mengajar juga ikutan seperti ayahku, terutama guru-guru laki-laki yang iseng. Meski hanya bisa tersenyum kecut, tapi ada rasa malu dalam hatiku ini,kenapa ayahku seperti itu, kenapa dia keluar dari perusahaanya.

Setiap hari aku diejek seperti itu,setiap hari pula aku rasanya sakit mendengarnya. Tapi, hari ini terasa beda....seseorang sudah membuka hatiku untuk menerima ayahku dan harus bangga pada beliau. Satu kali, guru geografi ku, mulai iseng dengan menirukan suara dan gaya ayahku berjalan menjajakan makanan. Memang ayahku agak genit juga kalau berjalan....dan mulailah tertawa satu kelas.

"Guru macam apa anda itu pak!"kata salah satu teman kelasku, namanya Adrian
Semua kelas seketika diam, dan guru tersebut melihat Adrian dengan wajah marah.

"Anda di sini sebagai guru, yang harusnya menjadi teladan dan ditiru murid-murid anda. Kalau anda bertingkah seperti ini,apa bedanya anda dengan murid anda? anda harusnya lebih bisa menghormati pekerjaan dari orang tua murid anda"kata Adrian tegas

Bukannya sadar, sang guru malah marah dan mengusir Adrian keluar dari kelas. Seketika itu juga Adrian keluar dan suasana kelas menjadi sepi. Ada rasa kelegaan di hatiku dengan kata-kata Adrian, tapi ada juga rasa tak lega. Saat ayahku di hina seperti itu, kenapa bukan aku yang membelanya, tetapi orang lain. Dan sejak melihat keberanian Adrian itu, aku jadi tergerak untuk mebela ayahku sendiri. Ayahku memang seorang penjual makanan keliling, tapi itu semua beliau lakukan demi aku...bukan untuk yang lain....Dan sampai kapanpun, dia adalah Ayahku...^^..love you dad...

Cintaku Masih Untuk Mu....

Lia....

Apa kabar? Semoga baik-baik saja, ya. Syukur deh, memang itu yang selalu kuharapkan siang dan malam.

Tak terasa, sudah hampir setahun kita tak bertemu. Aku sangat rindu pada kamu, rindu ingin bertemu. Tapi, apakah mungkin hari-hari indah yang pernah kita lalui bersama dapat terulang lagi? Apakah mungkin hari-hari indah seperti dulu dapat tercipta lagi? Apakah mungkin? Menyesal rasanya aku telah berbuat salah kepada kamu. Aku minta maaf.

Aku begitu bodoh, ketika itu, kenapa aku harus meninggalkan kamu yang sudah kutahu siapa kamu. Kamu adalah gadis sejuta pesona yang tiada duanya. Dan akhir-akhir ini, aku selalu ingat kamu. Dapatkah kita seperti dulu lagi, Lia? Mengisi hari-hari yang kita lalui dengan indahnya cinta? Dapatkah?

Sekali lagi kumohon, maafkan aku, Lia. Dan aku percaya, hati kamu yang selembut awan itu dengan tulus akan memaafkannya. Ssemoga.

Salam,

Leo

***

Aku lipat surat berwarna biru muda yang baru saja kubaca itu. Dudukku jadi tidak tenang. Angin malam yang lembut menggeraikan rambutku. Aku menengadah, memandang sinar rembulan yang sedang bulat-bulatnya bersinar.

Di tengah-tengah bulatnya rembulan, tiba-tiba saja wajah Leo tampak dan memberikan senyuman kepadaku. Aku mendesah pelan. Sudahlah, Leo, lirihku. Aku tak mau kamu ganggu lagi. Sudah cukup luka yang kau torehkan di hatiku. Aku tak mau luka itu tergores lagi. Aku ingin melupakan kamu, Leo. Meskipun secara jujur aku akui, hari-hari indah yang pernah kita lalui bersama dulu telah menjadi kenangan yang sulit untuk kulupakan. Pergilah, Leo. Aku sudah merelakan cinta kamu untuk Shinta. Bukankah kamu dulu meninggalkanku demi Shinta? Kenapa sekarang kamu ingin kembali lagi kepadaku? Tak puaskah kamu menyakiti hatiku? Atau kamu ingin membunuhku secara perlahan-lahan dengan cintamu?

Didustai itu sakit, Leo. Apalagi dustanya cinta. Pernahkan kau melihat lilin yang terbakar? Seperti itulah hatiku ketika kau tinggal pergi tanpa pesan sepuluh bulan yang lalu. Hancur, hancur benar hatiku ketika itu, hingga aku tak bisa membedakan mana nikmatnya air susu dan obat serangga. Akibatnya, aku harus 'indekos' di rumah sakit selama seminggu.

Ah... untung aku dapat tertolong, kalau tidak? Entahlah. Yang jelas, aku sangat mengutuk tindakan bodohku pada waktu itu. Aku menjadi buta, buta karena cintamu. Karena, kamu adalah cinta pertamaku, Leo. Dan kata orang, cinta pertama itu sulit untuk dilupakan. Sialnya, itu memang benar. Dan sepuluh bulan aku harus melupakan kamu, yang terkena panah cinta Shinta si Foto Model itu, merupakan sebuah perjuangan yang sarat dengan rintangan. Hari-hari indah yang sering kita lalui bersama selalu mengusik hatiku.

Aku pikir, ketika itu aku tak bisa melupakanmu selama-lamanya. Tapi dengan posisiku ketika itu, bahwa aku dan kamu sudah tidak ada apa-apanya, meskipun kita belum pernah mengucap kata berpisah, membuatku sadar, bahwa kamu adalah lelaki masa laluku. Aku harus bisa melupakanmu. Sulit memang. Tapi aku mencobanya dengan perlahan-lahan. Dan sekarang, ketika aku sudah mulai dapat melupakanmu, tiba-tiba saja kau hadir kembali. Hadir kembali dengan sepucuk surat yang kau berikan melalui Dian, teman sekelasku.

Ah, Leo... apa yang kau ingini dariku sekarang ini? Cinta? Kalau kau memang mengingini cintaku kembali lagi untukmu, kenapa kau dulu mencampakkannya? Kenapa kau dulu malah memilih cinta Shinta setelah kau dapatkan cinta dariku yang seutuhnya? Kenapa, Leo?

Aku mendesah pelan. Bayangan wajah Leo di atas sana masih tersenyum seperti tadi. Ah... aku kembali mendesah. Pandangan Leo seperti sedang menjajahku. Dan senyumannya... senyumannya itulah yang dahulu telah meluluhkan hatiku, hingga aku sampai bertekuk lutut di singgasana cintanya. Entah mengapa, akhirnya aku menikmati senyumannya itu. Dan kembali mengingat kenangan indah hari-hari bahagia dulu.

Di taman ini, kalau malam Minggu, aku selalu duduk berdua dengannya. Cerita, bercanda, dan tertawa. Dan aku masih ingat ketika purnama seperti sekarang ini, Leo membelai rambutku dengan penuh cinta kasih sambil membisikkan kata-kata:

"Aku mau mengajakmu ke bulan, Lia. Kamu mau?"

"Kemana pun kau ajak aku, Leo, aku pasti ikut," jawabku, sambil bersandar manja di bahunya. Ah, kenangan itu teramat sulit kulupakan.

Setiap malam minggu kamu menemaniku. Dan hari-hariku pun menjadi indah karena cinta kamu. Tapi setelah purnama kedua sehabis kau mengatakan ingin mengajakku ke bulan, kamu tidak hadir menemaniku. Aku begitu sedih. Tak percaya rasanya kamu tega membiarkanku berteman sepi.

Aku begitu kecewa. Apalagi setelah malam Minggu selanjutnya, selanjutnya, dan selanjutnya kamu tak hadir lagi, aku semakin kecewa. Hancur hatiku! Karena kamu pergi begitu saja tanpa pesan. Andaikan saja kita satu sekolah, ingin rasanya aku mendatangi kelasmu, lalu akan kukatakan kepada kamu, bahwa aku begitu kesepian tanpa dirimu. Tapi sekolah kamu berbeda. Kita bertemu dan bersatu pun, tanpa disengaja.

Kalau bukan karena classmeeting sehabis kenaikan kelas, mungkin kita tak pernah bertemu. Sekolahmu dan sekolahku mengadakan kompetisi basket, itulah yang mempertemukan kita. Ah, Leo... kamu telah mendustaiku. Mana janjimu ingin mengajakku ke bulan? Seumpamanya tidak jadi pun, asalkan kamu menemaniku setiap malam Minggu seperti dulu, aku akan bahagia. Tapi ketika itu, kamu tidak hadir-hadir lagi di malam Mingguku. Dan lama-lama aku tahu, ternyata kamu kepincut dengan gadis lain. Shinta. Ya, Shinta, namanya.

Dian yang menceritakan semuanya tentang kamu. Dian tahu tentang kamu dari sahabatnya yang satu sekolah dengan Shinta. Shinta adalah seorang foto model yang wajahnya sering menghiasi sampul majalah-majalah remaja. Hatiku semakin hancur. Pantas memang kamu memilih Shinta ketimbang aku. Shinta seorang foto model, sedangkan aku apa? Tidak ada yang bisa dibanggakan dariku. Tapi Leo, kenapa kita harus bertemu kalau akhirnya tidak bersatu? Kenapa kamu meninggalkanku kalau pada akhirnya kamu malah ingin kembali lagi kepadaku? Kenapa, Leo?

Aku kembali mendesah. Hembusan angin malam yang dingin, menyelimutiku. Kalau saja bukan malam, ingin rasanya aku duduk berlama-lama dahulu di taman ini. Dengan kegelisahan di hati, aku tinggalkan bangku taman yang jadi saksi bisu segala cinta Leo dulu kepadaku. Meninggalkan bayangan wajah Leo yang masih tersenyum di atas sana....

***

Aku kaget, begitu melihat Leo sedang duduk di samping kijang biru tuanya. Ia tersenyum ke arahku. Aku cepat-cepat membuang muka. Kikuk juga rasanya. Tapi aku berusaha biasa-biasa saja. Tak enak kalau Dian sampai tahu kekagetanku demi melihat Leo di seberang sana.

"Lia, aku duluan, ya." Rupanya Dian tidak mengetahui di seberang sana ada Leo.

"Iya, deh. Hati-hati di jalan, Dian. Kalau jatuh bangun sendiri, ya!" selorohku.

Dian cuma tersenyum sambil mengajungkan jari tangan kanan yang tengah.

Aku melirik ke arah Leo, dia masih memandangku. Aku jadi gelisah. Mang Rohman, supir pribadiku yang mengantar dan menjemput aku sekolah belum kelihatan batang hidungnya. Ini tidak biasa. Kalau saja bukan bubaran sekolah, mungkin aku begitu kikuk berdiri sendiri seperti ini sambil dipandangi oleh Leo di seberang sana.

Tet-tet-tet! Ah, itu Mang Rohman! Lonjakku kegirangan.

"Aduh, kenapa terlambat sih, Mang?" gerutuku, sambil membuka pintu mobil.

"Wah, jalanan macet, Non. Apalagi ini hari Senin. Tahu sendiri deh bagaimana keadaan jalan kalau hari Senin sore," ujar Mang Rohman membela diri.

Aku cuma manyun.

Ketika mobil berjalan, aku menoleh ke arah Leo. Duh, dia melambaikan tangan. Entah mengapa, aku tersenyum untuknya.

Sesampainya di rumah, hatiku tidak tenang. Pintu kamar aku kunci. Dengan tergesa-gesa, aku buka laci meja belajarku. Aku keluarkan semua isinnya. Di tumpukan terakhir, aku menemukan barang yang aku cari. Foto Leo berukuran 5R. Aku pandangi wajah tampan dengan seulas senyum menawan itu. Ah... aku lempar foto berbingkai indah itu ke atas ranjang. Aku pandangi langit-langit kamar. Entah mengapa, tiba-tiba saja aku rindu dengan Leo. Lambaian tangannya tadi di sekolah membayangiku terus.

"Lia! Lekas mandi dan makan." Suara Mama membuyarkan lamunanku.

"Sebentar, Ma," sahutku

Aku usap wajahku, lalu bergegas ke kamar mandi.

Malamnya, ketika aku sedang melihat acara musik di tv, Mama memanggilku.

"Ada apa, Ma?" Aku menghampiri Mama.

"Di depan ada Leo." Aku kaget mendengar penjelasan Mama yang tiba-tiba itu. "Mama minta, kamu temui dia. Mama tahu, luka hatimu karena Leo memang masih membekas. Tapi Leo tadi meminta dengan sangat, ingin bicara dengan kamu. Jadi saran Mama, temui dia dulu, ya," ujar Mama. Bijaksana sekali Mama ini, gumamku dalam hati. Mama memang tahu semua apa yang pernah terjadi antara aku dan Leo.

Dengan senyum, aku turuti saran Mama itu. Dan kalau aku mau jujur pun, aku akan menemui Leo tanpa mesti dipinta oleh Mama.

Di ruang depan, aku lihat Leo sedang duduk di bangku dekat pintu.

"Hai!" sapanya, ramah sambil tersenyum.

Aku tidak menyahut. Langsung duduk di hadapannya.

"Apa kabar, Lia?"

Aku kembali tidak menyahut. Leo tampaknya gugup sekali. Kurundukkan kepalaku. Kupandangi lantai karpet yang kupijak. Sedangkan jari-jari tanganku memainkan ujung kaos biru mudaku.

"Lia...."

Aku menoleh. Leo memandangku lekat-lekat.

"Aku... aku minta maaf."

Aku kembali menunduk.

"Aku akui, aku bersalah sama kamu. Maukah kamu memaafkan aku, Lia?"

Aku tak menjawab.

Leo akhirnya diam.

Hening.

"Bagaimana kabar Shinta?" tanyaku memecah kesunyian.

Leo tampaknya tidak enak mendengar pertanyaanku. Ia merunduk.

"Lia... aku minta maaf," katanya. "Aku salah pilih. Aku bersalah pada kamu. Shinta bukan gadis idamanku. Dia terlalu glamour, penuh hura-hura dan punya cinta di mana-mana. Aku begitu menyesal. Kenapa aku dulu meninggalkan kamu. Aku...." Leo tidak meneruskan kata-katanya. "Ah, sudahlah. Aku tidak ingin membicarakan Shinta," kata Leo akhirnya.

"Kenapa? Bukankah enak pacaran sama foto model? Terkenal, dan selalu jadi sorotan media massa."

Leo diam saja.

"Lia, aku minta pengertian kamu."

"Pengertian apa? Bukankah sudah cukup kamu menyakitiku. Mendustaiku?" Nada suaraku meninggi. "Pengertian apa yang kamu maksud?"

Leo tidak menjawab.

Hening lagi.

"Surat yang kuberikan melalui Dian sudah kamu terima?"

Aku pandang Leo. "Kenapa memangnya?"

"Kalau begitu aku mau permisi saja," Leo berdiri. "Aku cuma mau bilang, dapatkah kita seperti dulu lagi? Tak ada gadis lain di hatiku selain kamu, Lia."

Aku diam.

"Hanya kamu yang ada di hatiku, Lia. Aku jujur."

Aku merunduk.

"Aku permisi. Kalau boleh, malam Minggu nanti aku ke sini lagi, ya?"

Aku masih diam.

Aku pandangi langkah-langkah Leo keluar. Setelah masuk ke dalam kijang biru tuanya, mobil itu melaju membawa sepotong hati yang kecewa. Membawa dan menyeret perasaanku yang kacau tak menentu.

Ah, Leo... kalau aku boleh jujur, cintaku masih milik kamu. Tak ada pemuda lain di hatiku selain kamu. Datanglah di malam Minggu-malam Minggu seperti dulu, Leo.

Karena, cinta ini masih milik kamu.


Selesai

Kisah Sedih Sepasang Suami Isteri

Jangan “ngambek” berkepanjangan terhadap orang yang kamu kasihi

Ini adalah cerita nyata (diceritakan oleh Lu Di dan di edit oleh Lian Shu Xiang) .
Sebuah salah pengertian yang mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.
Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat.
Membawa nenek untuk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yang telah kami buat selama ini.
Setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung untuk tinggal bersama.

Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yang membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.
Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yang menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya.
Suamiku berdiri di depan kamar yang sangat kaya dengan sinar matahari, tidak sepatah katapun yang terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata, “Mari,kita jemput nenek di kampung”.
Suamiku berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yang bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman di sana.
Aku seperti sebuah boneka kecil yang kapan saja bisa diangkat dan dimasukan ke dalam kantongnya.

Kalau terjadi selisih paham di antara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi di atas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.
Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah.
Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar,sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suamiku, “Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?”
Aku menjelaskannya kepada nenek, “Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira.”
Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa, “Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga.”
Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu tanya itu berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.
Suamiku memencet hidungku sambil berkata, “Putriku, kan kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang sebenarnya.”
Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.
Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan.

Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya.
Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes. Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi di saat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.
Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, di mana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.
Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.
Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis.
Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orangbisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli.

Aku menjadi kecewa dan marah.

“Apa salahku?”

Dia melotot sambil berkata, “Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah makan dengan piring itu bisa membuatmu mati?”
Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana mejadi kaku.
Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa?
Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemoohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata, “Dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?”
Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja.
Saat tidur, suami berkata, “Lu Di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?”
Sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.
Dan dia akhirnya berkata, “Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi.”
Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yang serba canggung itu.
Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yang sangat mual menimpaku, seakan- akan isi perut mau keluar semua.
Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai di sana aku segera mengeluarkan semua isi perut.

Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yang tajam, di luar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya.
Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata.
Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!
Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh. Suamiku segera mengejarnya keluar rumah. Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.
Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku.
Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi?
Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan.
Akhirnya teman sekerjaku berkata, “Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter.”
Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil.
Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu.
Sebuah berita gembira, yang juga terselip kesedihan.
Mengapa suami dan nenek sebagai orang yang berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?
Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya.
Dia melihat ke arahku tetapi seakan-akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku.

Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi.

Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi…… mimpiku tidak menjadi kenyataan.
Di dalam taksi air mataku mengalir dengan deras.
Mengapa kesalahpahaman ini berakibat sangat buruk?
Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yang penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya.
Tengah malam, aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dengan wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya.
Aku menatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata.
Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu.
Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku.
Sungguh lelaki yang sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang.
Aku tersenyum sambil menitikkan air mata.

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.

Di kantornya aku bertemu dengan sekretarisnya yang melihatku dengan wajah bingung.

“Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit.”

Mulutku terbuka lebar.

Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal.

Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku.

Aku memandang jasad nenek yang terbujur kaku.

Sambil menangis, aku menjerit dalam hati, “Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?”

Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh kebencian.

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung.

Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yang datang ke arahnya dengan kencang.

Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian.

Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika… dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol.

Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak.

Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak.

Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini.

Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku.

Waktu berlalu dengan sangat lambat.

Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain.

Dia pulang makin larut malam.

Suasana tegang di dalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah cafe, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam.

Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra.

Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi.

Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya.

Aku tidak menangis, juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa.

Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku, dan segera hendak berlalu.

Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku di hadapan mereka.

Malam itu dia tidak pulang ke rumah.

Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi.

Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir.

Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar.

Aku tahu, dia kembali mengambil barang-barang keperluannya.

Aku tidak ingin menelepon dia, walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini

Tetapi, itu tidak terjadi…..

Semua berlalu begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri.

Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur.

Teman- teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yang sedang histeris mempertahankan miliknya.

Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.

Suatu hari sepulang kerja, aku melihat dia duduk di depan ruang tamu.

Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas di atas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.

2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi.

Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya, “Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya.”

Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan, demikian juga aku.

Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis.

Mata ini terasa sakit sekali, tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yang agak membuncit.

Sambil duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya.

“Lu Ti, kamu hamil?”

Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku.

Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yang menglir keluar dengan derasnya.

Aku menjawab, “Ya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi.”

Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan.

Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku.

Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yang sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali.

Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata, “Maafkan aku, maafkan aku”.

Aku pernah berpikir untuk memaafkannya, tetapi tidak bisa.

Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.

Cinta di antara kami telah ada sebuah luka yang menganga.

Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali.

Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup.

Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya, tidak juga berbicara lagi dengannya.

Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek.

Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek, tetapi aku tidak perduli.

Itu adalah permainan dia dari dulu.

Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit.

Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak.

Dia lupa…….. itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yang aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir.

Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untu kanak-anak.

Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang.

Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku, tetapi aku tidak bergeming.

Terpaksa dia mengurung diri di dalam kamar.

Malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer.

Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku.

Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yang keras.

Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur.

Saat inilah yang ditunggu-tunggu olehnya.

Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit.

Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yang mengalir di dahiku.

Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin.

Di tubuhnya yang kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya.

Sepanjang hidupku, siapa lagi yang mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

Sampai di pintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya.

Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia.

Aku memegang tanganya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai.

Aku berteriak histeris memanggil namanya.

Setelah sadar,dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya…

Aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini.

Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mujizat.

Aku bertanya kapan kanker itu terdeteksi?

5 bulan yang lalu kata dokter, bersiap-siaplahmenghadapi kemungkinan terburuk.

Aku tidak lagi peduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan masuk ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara. …

Sebuah surat yang sangat panjang ada di dalam komputer yang ditujukan kepada anak kami.

“Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu… itu adalah harapanku.

Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan,

sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu, tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Di dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yang akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.”
Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun.

Ayah sungguh bahagia.

Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yang paling mencintaimu dan adalah orang yang paling ayah cintai”.

Mulai dari kejadian yang mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap di dalamnya.

Dia juga menulis sebuah surat untukku.

“Kasihku… dapat menikahimu adalah hal yang paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini.

Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya.

Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkanku.

Terima kasih atas cintamu padaku selama ini.

Aku tidak punya kesempatan untuk memberikan hadiah-hadiah ini pada anak kita.

Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya.”

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah.

Aku menggendong anak kami dan membaringkannya di atas dadanya sambil berkata, “Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya”.

Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum….. anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yang mungil memegangi tangan ayahnya yang kurus dan lemah.

Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata….

Teman2 terkasih, aku berbagi cerita ini kepada kalian, agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.

Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah pesan daricerita ini:
“Jika ada sesuatu yang mengganjal di hati di antara kalian yang saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah, jangan simpan di dalam hati. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi besok?”

Ada sebuah pertanyaan:
Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yang telah kita perbuat?

Atau apa yang telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah masak-masak semua yang akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.

Pengorbanan Seorg Ibu

Aku lahir didalam keluarga miskin yang seringkali kekurangan makanan. Ibu mengetahui bahwa aku belum kenyang, sehinga ia memindahkan nasinya kepiringku sembari berkata, “Ini untukmu Nak, Ibu tidak lapar.” Padahal aku tahu persis bahwa ibu belum makan, ibu pasti lapar.

Agar aku mendapatkan makanan bergizi, ibu sering pergi memancing. Sepulangnya dari memancing, ia memasak sup ikan yang lezat dan memberikannya kepadaku. Aku memakannya dengan lahap, tetapi aku memperhatikan bahwa ibu mengambil tulang ikan bekas aku makan dan mulai memakan daging ikan yang masih tersisa ditulang tersebut. Aku sedih melihat Ibu. Kemudian dengan sumpitku aku memberikan daging ikan kepadanya, tetapi ia berkata, “Buat kamu saja Nak, Ibu tidak suka ikan.” Ibu berkata begitu meskipun aku tahu bahwa ibu suka ikan.

Ketika aku masuk SMP, biaya yang kuperlukan semakin banyak. Untuk mendapatkan uang tambahan, ibu bekerja menempel kotak korek api. Walau sudah larut malam, aku masih melihat ibu menempel kotak korek api dengan penerangan lilin yang kecil, “Ibu tidak mengantuk?” tanyaku. “Tidurlah Nak, Ibu belum mengantuk,” jawabnya. Padahal aku melihat matanya sudah hampir terpejam karena mengantuk.

Ketika aku menjalani ujian, Ibu cuti dari pekerjaan untuk menemaniku pergi ujian. Walau terik matahari terasa menyengat, Ibu tetap menungguku diluar. Selesai ujian, Ibu memberiku teh manis. Karena aku melihat Ibu kepanasan dan pasti haus, maka aku memberikan gelas berisi teh kepada Ibu, tetapi ia berkata, “Minumlah Nak, Ibu tidak haus.”

Singkat cerita, setelah lulus S1, aku melanjutkan ke S2 dan bekerja di sebuah perusahaan di Amerika. Gajiku cukup besar, sehingga aku bermaksud mengajak Ibu tinggal bersamaku dan menikmati hidup di Amerika. Tetapi Ibu berkata, “Aku tidak terbiasa hidup disana.” Aku tahu Ibu mengatakan itu karena tidak mau merepotkan.

Diusianya yang sudah tua, ibu terkena kanker lambung dan penyakit itu membuatnya tersiksa. Aku pulang dan melihat Ibu terbaring lemah menahan sakit. Ia memandangku dengan tatapan rindu. Aku menangis melihat penderitaan Ibu, tapi ia berkata, “Jangan menangis Nak, Ibu tidak merasa sakit.” Itu adalah ucapan terakhir Ibu sebelum ia menutup matanya dan kembali ke pangkuan Tuhan.

Berbahagialah memiliki ibu yang berjuang demi anak2nya…

maafkan aku NADIA

Name aku Wan.. Aku de sorg awek.. Sorg??? huhu.. Awek aku ni mmg lawa giler r!! Sbb die lawa tu r aku ngn membe2 aku berebut.. Nasib aku baik la, aku dpt jugak die....memandangkan aku ni pun kategori org yg handsome.. hahaha..OOPS! lupe! Name awek aku ni Nadia.. Kitorg x same kampung tp satu sekolah.. Satu hari ni aku dpt twrn smbung blajar kt satu IPTA ni.. Awek aku pn dpt.. Alhamdulillah result SPM kitorg cemerlang walaupun aku pun x percaye boleh dpt 7A.. Hahaha.. Tp mmg giler r.. Walaupun kos yg ditawarkn same, tp aku terlambung kt utara n die lak kt Selatan.. Die ni kuat jeles tu jgn ckp laa.. hidup aku dia yg aturkan.. selama aku satu sekolah dulu, jgn hrp la aku nk kuwa ngn membe2 perempuan aku.. Jgnkn kuwa same, pndg pun x boleh.. Kdg2 aku rimas jugak ngn die.. T aku ckp byk ngn die, mau die marah2 then merajuk.. Benci tul aku.. Aku tau die sygggg sgt2 kt aku. Aku tau die mmg x lyn mane2 lelaki yg cube usyar line die.. Kdg2 aku bengang jugak if ade lelaki yg hntr2 msj kt die walaupun die x reply.. Tp sebenarnye aku ade sorokkan sumthing drp die.. Disebabkan kitorg pun da terpisah jauh, aku mule la nk test market kt utara ni.. Jahatkn? Aku rase bebas!!! Aku pn rase die mcm tu jgk kot.. Yelah, die kn lawa.. Msti r ramai jantan usyar die.. Disebabkan aku nk menutup perasaan prasangka yg buruk2 tu, aku mula r berkawan ngn ramai perempuan kat sini.. Setiap kali org tanye status aku, mesti aku jwb aku single.. Aku selalu kuwa ngn member2 perempuan aku kat sini.. Mmg lagak cm org single.. Aku selalu teringatkan die time aku tgh berfoya2.. Bile wktu mlm sebelum tidur, msti die yg call aku.. Aku? Kdg2 kot.. Tp aku syg sgt kt die.. Aku ckp kt die, membe2 aku kt sini semuanye jantan.. Die ckp die pun same.. Sebelum kitorg end call mst die cerita2 kenangan kami bersama.. Die selalu ckp, "kalau sy da x de baru awk leh gatal dgn perempuan lain".. Kdg2 aku mrh die sbb die ckp yg bukan2 walaupun hakikatnya aku mmg da menggatal da pun.. Kdg2 aku selalu jgk create pergaduhan ngn die.. byk kali die nangis time gaduh2 ngn aku.. pernah tu aku tertengking dia.. kesian die......... 
"SAYA SAYANG AWAK! SAYA NAK AWAK!"
Tibe2 aku terkejut drp lamunan.. Rupa2nye member perempuan aku, Tiqah.. Aku pn dgn bangang aku terima.. Mase duit PTPTN kuwa, aku beli sebijik henpon lg. Satu henpon khas tok msj Nadia, satu g utk Tiqah.. Dlm tempoh aku belajar kt sini, mcm2 tipu aku wat.. Aku tipu dua2 perempuan tu.. Tp hati aku tetap sygkn Nadia.. Mungkin sbb jauh, perasaan tu kdg2 bercampur.. Tiqah pn mcm Nadia.. Sejak aku couple ngn minah ni, aku dah x kuwa ngn member2 perempuan lain.. semuanya kembali mcm mase aku ngan Nadia dulu.. Aku terasa bersalah sgt.. Tp dlm mase yg same aku just nk hilangkan perasaan bosan sorg2 kat sini.. "Kalau la Nadia tau.." Kdg2 aku terfikir nk berterus-terang.. Tp aku x berani.. Kalau dulu aku tidur pukul 1.30, sekarang ni pkul 3.30 kdg2 pkul 4.. Yelah sbb nk gayut dgn dua2.. Semua org x tahu siapa aku sebenarnya walaupun roomate aku sendiri.. Setiap kali aku balik kampung, Nadia x balik.. Yelah.. U dgn sekolah mane same.. Cuti lain2.. Cume ade sekali tu kitorg dpt cuti same2.. Cuti raye kn.. Time aku jumpa ngn Nadia, aku sorokkan henpon satu lg tu kat rumah.. Nadia makin lawa! Berseri2.. Mane2 lelaki tgok gerenti r cair ni.. Nadia ckp cinta die hanya utk aku.. Selama die berpisah dgn aku, die semakin rindu, semakin syg n cintakn aku.. Utk hilang rase camtu, die habiskan mase dgn belajar.. Kdg2 die ckp belajar smpai tau2 da mlm.. Die happy sbb hati aku masih x berubah utk dia sorang.. ERR! aku terasa bersalah sgt.. "Kalau sy da x de, baru awk leh gatal dgn perempuan len tau!" ckp die sambil tergelak2.. Perkataan tu da berjuta kali kot die sebut.. Aku tgok muke die yg lembut tu.. Die bersuara, kalau habis belajar, die nk aku ikat die sebagai tunang.. Pastu die nk kami kerja, kumpul duit byk2 n kahwin then sambung belajar lg.. Beria2 die menceritakan impian die kt aku...
Permainan aku berlarutan sehingga sem yg ke 4...
Pada satu hari ni aku g makan ngn Tiqah mcm biasa... Heboh kampus aku jd tuan rumah untuk satu pertandingan perbahasan antara IPTA. Kebetulan hari ni ulangtahun ke 3 aku ngan Nadia.. Mcm biase aku g mkn ngn Tiqah kt cafe.. Mase Tiqah tgh ambil lauk, aku terniat hati nk cek msj die.. Terhenti jantung aku, berlambak2 msj sorang jantan yg bersayang2 kt  inbox dia.. Aku pn angin r.. Mase Tiqah duduk, aku soal2 dia smpai menangis minah tu.. Sebelum ni x terniat pulak aku nk cek.. Tiqah ckp die ttp sygkn aku.. Aku pun mula terfikirkn Nadia.. Tibe2 ade sekumpulan awek dtg kat meja aku time2 gini la pulak.. X lame pastu aku nmpk Nadia.. Aku menelan air liur..  Rupe2nye, Nadia ambil bahagian dalam pertandingan tu.. Bila Tiqah nmpk ramai2 awek tu dtg kt aku, pelik r die.. N dgn kuasa Allah, semua terbongkar pada saat tu.. N Tiqah sendiri mengaku yg dielah awek aku kt depan Nadia.. Aku tgok Nadia menangis.. Die x bercakap sepatah haram perkataan pun.. Cume die berikan aku sekotak hadiah ulangtahun kami sebelum dia tinggalkn aku.. Aku terus putuskan hubungan aku ngn Tiqah.. Mase aku balik hostel, puas aku call Nadia.. Aku hntr msj berlambak2 kt die.. die x reply pn... Aku sedar, die dah benci aku..

Rupanya Nadia masih menerima aku.. Aku happy sgt2.. Aku berjanji x nk kecewakn die lg.. 2 minggu kejadian itu berlalu.. Org2 sekeliling aku mula menjauhkan diri daripada aku.. Nk2 yg member2 perempuan aku la.. Aku dah x kesah da.. Aku dah berubah.. Aku cuma nk dapatkn keputusan yg cemerlang sampai time akhir sem nanti. Aku nk dptkn kerja baik2.. Apa2 pun aku nk ikat Nadia dulu.. Kdg2 aku berasa malu sgt kt Nadia nk2 bila teringatkn mak ayah dia.. Nasib baik die x pergi report kat mak n ayah dia.. hehe.. Dlm tgh syok2 berangan sambil membelek2 kemeja baru hadiah ulangtahun daripadanya mase hari kejadian tu, tibe2 aku dpt msj drpd member Nadia.. "Nadia eksiden!" Ermm.. Hati aku tibe2 jd x sedap.. Msj kedua drp member die smpai lg.. Terasa panas muka aku bile bace msj tu.. "Nadia da X DE.. Die kne langgar ngan kereta mase lintas jln.." Mcm org gila pas aku bace msj tu.. Aku ambil keputusan balik kejap kampung walaupun terpaksa ponteng kelas..
Aku rase kosong.. Kosong sgt.. Teringat gelak tawa die, teringat suara die, muke die yg lawa tu.. Aku menangis dlm bas.. Aku x peduli ngn org2 yg pndg aku.. Kali ni aku betul2 menyalahkan diri aku.. Semua kenangan aku ngan Nadia bermain dlm kepala aku.. Aku xmampu menahan perasaan sedih ni.. Berulang kali aku bace msj terakhir Nadia mlm td.. "Awk, sy nk tido.. Mcm biase, sy sygkn awk utk selamanye walaupun awk da lukekn ati sy, sy maafkn... Tp ingat! Kalau sy x de baru awk leh gatal ngn perempuan len tau! Hehe.. Nk mrh la tu.. Sy leb awk! Sweet dreamz.."  Ya Allah! Kuatkn hatiku ni.. Semasa aku sampai, jenazahnya belum tiba lagi.. Ye.. Aku pun terus mencoretkan kisah ini.. Semoga menjadi pengajaran kt korang.. Air mata aku berguguran sepanjang mencoretkan kisah ni.. Tapi  aku tau, Nadia x kn kembali da.. X de lg msj Nadia, panggilan Nadia.. X de dah ungkapan "kalau sy x de" tu dah..